Ahad, 7 Februari 2010

74 wasiat buat pemuda Muslim

"Segala puji bagi Allah yang berfirman:“Dan sungguh Kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa’: 131)Serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad yang bersabda:“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah , serta agar kalian mendengar dan patuh.”Dan takwa kepada Allah adalah mentaati-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Wa ba’du:Berikut ini adalah wasiat islami yang berharga dalam berbagai aspek seperti ibadah, muamalah, akhlak, adab dan yang lainnya dari sendi-sendi kehidupan. Kami persembahkan wasiat ini sebagai peringatan kepada para pemuda muslim yang senantiasa bersemangat mencari apa yang bermanfaat baginya, dan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

Kami memohon kepada Allah agar menjadikan hal ini bermanfaat bagi orang yang membacanya ataupun mendengarkannya. Dan agar memberikan pahala yang besar bagi penyusunnya, penulisnya, yang menyebarkannya ataupun yang mengamalkannya. Cukuplah bagi kita Allah sebaik-baik tempat bergantung.

1. Ikhlaskanlah niat kepada Allah dan hati-hatilah dari riya’ baik dalam perkataan ataupun perbuatan.

2. Ikutilah sunnah Nabi dalam semua perkataan, perbuatan, dan akhlak.

3. Bertaqwalah kepada Allah dan ber’azamlah untuk melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

4. Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuha dan perbanyaklah istighfar.

5. Ingatlah bahwa Allah senatiasa mengawasi gerak-gerikmu. Dan ketahuilah bahwa Allah melihatmu, mendengarmu dan mengetahui apa yang terbersit di hatimu.

6. Berimanlah kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul- Nya, dan hari akhir serta qadar yang baik ataupun yang buruk.

7. Janganlah engkau taqlid (mengekor) kepada orang lain dengan buta (tanpa memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk serta mana yang sesuai dengan sunnah/syari’ at dan mana yang tidak). Dan janganlah engkau termasuk orang yang tidak punya pendirian.

8. Jadilah engkau sebagai orang pertama dalam mengamalkan kebaikan karena engkau akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikuti/mencontoh mu dalam mengamalkannya.

9. Peganglah kitab Riyadlush Shalihin, bacalah olehmu dan bacakan pula kepada keluargamu, demikian juga kitab Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim.

10. Jagalah selalu wudlu’mu dan perbaharuilah. Dan jadilah engkau senantiasa dalam keadaan suci dari hadats dan najis.

11. Jagalah selalu shalat di awal waktu dan berjamaah di masjid terlebih lagi sahalat ‘Isya dan Fajr (shubuh).

12. Janganlah memakan makanan yang mempunyai bau yang tidak enak seperti bawang putih dan bawang merah. Dan janganlah merokok agar tidak membahayakan dirimu dan kaum muslimin.

13. Jagalah selalu shalat berjamaah agar engkau mendapat kemenangan dengan pahala yang ada pada shalat berjamaah tersebut.

14. Tunaikanlah zakat yang telah diwajibkan dan janganlah engkau bakhil kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

15. Bersegeralah berangkat untuk shalat Jumat dan janganlah berlambat-lambat sampai setelah adzan kedua karena engkau akan berdosa.

16. Puasalah di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar Allah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu ataupun yang akan datang.

17. Hati-hatilah dari berbuka di siang hari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar’i sebab engkau akan berdosa karenanya.

18. Tegakkanlah shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan terlebih-lebih pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar engkau mendapatkan ampunan atas dosa-dosamu yang telah lalu.

19. Bersegeralah untuk haji dan umrah ke Baitullah Al-Haram jika engkau termasuk orang yang mampu dan janganlah menunda-nunda.

20. Bacalah Al-Qur’an dengan mentadaburi maknanya. Laksanakanlah perintahnya dan jauhi larangannya agar Al-Qur’an itu menjadi hujjah bagimu di sisi rabmu dan menjadi penolongmu di hari qiyamat.

21. Senantiasalah memperbanyak dzikir kepada Allah baik perlahan-lahan ataupun dikeraskan, apakah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Dan hati-hatilah engkau dari kelalaian.

22. Hadirilah majelis-majelis dzikir karena majelis dzikir termasuk taman surga.

23. Tundukkan pandanganmu dari aurat dan hal-hal yang diharamkan dan hati-hatilah engkau dari mengumbar pandangan, karena pandangan itu merupakan anak panah beracun dari anak panah Iblis.

24. Janganlah engkau panjangkan pakaianmu melebihi mata kaki dan janganlah engkau berjalan dengan kesombongan/ keangkuhan.

25. Janganlah engkau memakai pakaian sutra dan emas karena keduanya diharamkan bagi laki-laki.

26. Janganlah engkau menyeruapai wanita dan janganlah engkau biarkan wanita-wanitamu menyerupai laki-laki.

27. Biarkanlah janggutmu karena Rasulullah: “Cukurlah kumis dan panjangkanlah janggut.” (hari. Bukhari Dan Muslim)

28. Janganlah engkau makan kecuali yang halal dan janganlah engkau minum kecuali yang halal agar doamu diijabah.

29. Ucapkanlah "bismillah" ketika engkau hendak makan dan minum dan ucapkanlah "alhamdulillah" apabila engkau telah selesai.

30. Makanlah dengan tangan kanan, minumlah dengan tangan kanan, ambillah dengan tangan kanan dan berilah dengan tangan kanan.

31. Hati-hatilah dari berbuat kezhaliman karena kezhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat.

32. Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang mukmin dan janganlah dia memakan makananmu kecuali engkau dalam keadaan bertaqwa (dengan ridla dan memilihkan makanan yang halal untuknya).

33. Hati-hatilah dari suap-menyuap (kolusi), baik itu memberi suap, menerima suap ataupun perantaranya, karena pelakunya terlaknat.

34. Janganlah engkau mencari keridlaan manusia dengan kemurkaan Allah karena Allah akan murka kepadamu.

35. Ta’atilah pemerintah dalam semua perintah yang sesuai dengan syari’at dan doakanlah kebaikan untuk mereka.

36. Hati-hatilah dari bersaksi palsu dan menyembunyikan persaksian.“Barangsiapa yang menyembunyikan persaksiannya maka hatinya berdosa. Dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Baqarah: 283)

37. “Dan beramar ma’ruf nahi munkarlah serta shabarlah dengan apa yang menimpamu.” (Luqman: 17)Ma’ruf adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya , dan munkar adalah apa-apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.

38. Tinggalkanlah semua hal yang diharamkan baik yang kecil ataupun yang besar dan janganlah engkau bermaksiat kepada Allah dan janganlah membantu seorangpun dalam bermaksiat kepada-Nya.

39. Janganlah engkau dekati zina. Allah berfirman: “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah kekejian dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra’:32)

40. Wajib bagimu berbakti kepada orang tua dan hati-hatilah dari mendurhakainya.

41. Wajib bagimu untuk silaturahim dan hati-hatilah dari memutuskan hubungan silaturahim.

42. Berbuat baiklah kepada tetanggamu dan janganlah menyakitinya. Dan apabila dia menyakitimu maka bersabarlah.

43. Perbanyaklah mengunjungi orang-orang shalih dan saudaramu di jalan Allah.

44. Cintalah karena Allah dan bencilah juga karena Allah karena hal itu merupakan tali keimanan yang paling kuat.

45. Wajib bagimu untuk duduk bermajlis dengan orang shalih dan hati-hatilah dari bermajlis dengan orang-orang yang jelek.

46. Bersegeralah untuk memenuhi hajat (kebutuhan) kaum muslimin dan buatlah mereka bahagia.

47. Berhiaslah dengan kelemahlembutan, sabar dan teliti. Hatilah-hatilah dari sifat keras, kasar dan tergesa-gesa.48. Janganlah memotong pembicaraan orang lain dan jadilah engkau pendengar yang baik.49. Sebarkanlah salam kepada orang yang engkau kenal ataupun tidak engkau kenal.50. Ucapkanlah salam yang disunahkan yaitu "assalamualaikum" dan tidak cukup hanya dengan isyarat telapak tangan atau kepala saja.51. Janganlah mencela seorangpun dan mensifatinya dengan kejelekan.52. Janganlah melaknat seorangpun termasuk haiwan dan benda mati.53. Hati-hatilah dari menuduh dan mencoreng kehormatan orang lain karena hal itu termasuk dosa yang paling besar.54. Hati-hatilah dari namimah (mengadu domba), yakni menyampaikan perkataan di antara manusia dengan maksud agar terjadi kerosakan di antara mereka.55. Hati-hatilah dari ghibah, yakni engkau menceritakan tentang saudaramu apa-apa yang dia benci jika mengetahuinya.56. Janganlah engkau menakuti dan menyakiti sesama muslim.57. Wajib bagimu melakukan ishlah (perdamaian) di antara manusia kerana hal itu merupakan amalan yang paling utama.58. Katakanlah hal-hal yang baik, jika tidak maka diamlah.59. Jadilah engkau orang yang jujur dan janganlah berdusta karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa akan membawa ke Neraka.60. Janganlah engkau bermuka dua. Datang kepada sekelompok dengan satu wajah dan kepada kelompok lain dengan wajah yang lain.61. Janganlah bersumpah dengan selain Allah dan janganlah banyak bersumpah meskipun engkau benar.62. Janganlah menghina orang lain karena tidak ada keutamaan atas seorangpun kecuali dengan taqwa.63. Janganlah mendatang dukun, ahli nujum serta tukang sihir dan jangan membenarkan (perkataan) mereka.64. Janganlah menggambarkan gambar manusia dan binatang. Sesungguhnya manusia yang paling keras azabnya pada hari kiamat adalah tukang gambar.65. Janganlah menyimpan gambar makhluk yang bernyawa di rumahmu karena akan menghalangi malaikat untuk masuk ke rumahmu.66. Tasymitkanlah orang yang bersin dengan membaca: "yarhamukallah" apabila dia mengucapkan: "alhamdulillah"67. Jauhilah bersiul dan tepuk tangan.68. Bersegeralah untuk bertaubat dari segala dosa dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan karena kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan hati-hatilah dari menunda-nunda.69. Berharaplah selalu akan ampunan Allah serta rahmat-Nya dan berbaik sangkalah kepada Allah .70. Takutlah kepada azab Allah dan janganlah merasa aman darinya.71. Bersabarlah dari segala mushibah yang menimpa dan bersyukurlah dengan segala kenikmatan yang ada.72. Perbanyaklah melakukan amal shalih yang pahalanya terus mengalir meskipun engkau telah mati, seperti membangun masjid dan menyebarkan ilmu.73. Mohonlah Syurga kepada Allah dan berlindunglah dari Nereka.74. Perbanyaklah mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah.Shalawat dan salam senantiasa Allah curahkan kepadanya sampai hari kiamat juga kepada keluarganya dan seluruh shahabatnya.(Diterjemahkan dari buletin berjudul 75 Washiyyah li Asy-Syabab terbitan Daarul Qashim Riyadl-KSA oleh Abu Abdurrahman Umar Munawwir)Dicatat oleh DRS. KHALIL IDHAM LIM di 10:46 AM

Ikhlas

Pada satu masa, terdapat seorang tukang kayu yang semakin dimamah usia. Dia bercadang untuk bersara daripada kerjanya sebagai tukang kayu yang bertanggungjawab membuat rumah di sebuah syarikat pembinaan.

Dalam fikirannya lagi, dengan tenaga yang semakin kurang, dia ingin menghabiskan sisa-sisa hidupnya bersama keluarga tersayang. Tukang kayu ini tidak akan menerima upah lagi sekiranya beliau bersara. Tetapi, dia tetap dengan keputusannya.

Lalu, tukang kayu itu memberitahu majikannya tentang hasratnya itu. Apabila majikannya mendengar luahan hati tukang kayu yang berpengalaman itu, dia merasa sedih dan memujuk tukang kayu tersebut agar menarik balik keputusannya.

Akan tetapi, tukang kayu itu tidak berganjak dan tetap dengan niat untuk bersara. Justeru itu, majikannya bersetuju dengan keputusan tukang kayu itu, tetapi dengan satu syarat. Permintaan terakhir majikannya ialah menyuruh tukang kayu itu membina sebuah rumah buat kali terakhir.

Tukang kayu itu merasa gembira dan bersetuju dengan syarat yang telah ditetapkan oleh majikannya. Tetapi, kegembiraannya untuk bersara mengatasi semangat dan kemahiran yang ditunjukkan semasa bekerja. Akibatnya, rumah yang dibina buat kali terakhir itu telah disiapkan dengan sambil lewa, tanpa penelitian khusus serta menggunakan kayu yang rendah kualitinya.

Rumah itu berjaya disiapkan dalam jangkamasa yang singkat. Apabila majikannya melihat rumah itu, dia mengambil kunci pintu utama rumah tersebut dan memberikannya kepada tukang kayu itu seraya berkata, "Inilah hadiah persaraan daripada saya kepada kamu. Selamat bersara."

Tukang kayu itu terkejut besar dengan kata-kata majikannya. Dia tidak menyangka bahawa rumah yang dibinanya buat kali terakhir itu adalah rumah untuk kegunaannya sendiri.

Alangkah menyesalnya dia kerana menyiapkan rumah itu secara tergesa-gesa dan jika dia tahu sebelum itu, dia akan membina rumah tersebut dengan penuh teliti dan menggunakan bahan yang bermutu tinggi.

Pengajaran: Senario ini mungkin pernah berlaku di dalam hidup kita seharian. Hidup ini boleh diibaratkan sebagai membina sebuah rumah untuk kegunaan dan kemudahan kita di masa hadapan. Kita pula sering mengambil mudah dengan kehidupan sekarang, kita merasa selesa kerana ibu bapa kita sentiasa berada di samping kita, memberi sokongan dan membantu kita.

Tetapi, sedarkah kita apabila mereka tiada nanti, siapakah yang bertanggungjawab ke atas hidup kita? Tak lain tak bukan DIRI KITA SENDIRI. Belajarlah bertanggungjawab dan bijak merancang masa depan kita. Gunakan masa muda ini dengan belajar bersungguh-sungguh.

Sematkan cita-cita untuk menjadi seorang manusia berguna kepada agama, keluarga, bangsa dan negara. "Berusahalah dengan ikhlas tanpa memikirkan balasan semata-mata, kerana semakin tinggi keikhlasan di dalam diri, semakin tinggilah balasan baik yang akan diperolehi dalam keadaan sedar atau tidak."

Hikayat Sang Pohon Cantik

Editor: Lailatulema
Nun, di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya.

Ia memiliki batang yang sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum, semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai sekali para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada pohon itu. Bahkan ramai yang berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan senang hati mereka membiarkan pohon tersebut tetap tumbuh.

Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang diperoleh dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan penuh harap agar suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan kerosakkan ini, Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan warna perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka dan berhenti membuat kerosakan.

Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu sangatlah mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik, maka akan banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu.

Perhatian yang tentu saja membuat langkah mereka semakin sulit dalam membuat kerosakan di dalam hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu berikrar, mereka akan memindahkan pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah mereka.

Tetapi kalau tujuan itu tidak tercapai, maka mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus mereka tempuh. Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para pencari kayu bakar yang baik hati.

Mereka secara bergiliran mengiring berjalan dengan sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon terjaga .

Selain itu, pohon tersebut rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan baik. Demikian juga dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung kehidupannya.

Dipendekkan cerita, pohon tersebut telah tumbuh besar, daunnya yang rimbun menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon cantik tersebut memiliki buah yang sangat manis.

Selain dapat menghilangkan dahaga, juga dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah barakah Sang Pencipta bagi para pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar masih saja mencari helah untuk selalu menghapuskan pohon itu. Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di atas muka bumi ini, tak satu pun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon cantik yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan.

Pada suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang berhembus. Pucuk pohon cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga mengimbangi keadaan yang mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya.

Sang Pucuk terus bergerak, awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari keadaan alam yang ia hadapi. Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat mengatasi sepenuhnya serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat menahan laju dan kencangnya angin dengan sempurna.

Kerana keyakinannya itulah tiba-tiba ia membuat sebuah gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang sekuat tenaga mencengkam tanah. Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia membuat gerakan yang membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan keseimbangannya.

Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; "Hai, pucuk. Berhentilah menari! Aku bingung melihatmu!"

"Kenapa mesti bingung, Akar? Aku tahu benar situasi yang ada. Ikut sajalah!"

"Bagaimana aku hendak mengikuti tarianmu, kalau kamu susah diikuti"

"Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat semuanya. Bukan hanya batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan batu di sekeliling kita pun dapat aku lihat dengan jelas"

"Hai, apa salahnya aku mengingatkanmu, pucuk?"

"Kau salah akar, harusnya kau ikut saja apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-apa tentang dunia ini!"

"Aduhai…angkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat berdiri dan berada di atas sana!"

"Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?!" Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas.

"Kerana dia mulai merasa angkuh, daun!" akar mengarahkan serabut akarnya kepada Sang Pucuk.

"Apa urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat"

"Apakah kalian lupa, hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku, kau, dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku!" Sang Daun kembali berkata-kata dengan perasaan yang sedih kerana pertelingkahan saudaranya sendiri.

Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara keduanya. Sang Pucuk tidak merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat yang paling atas.

Ia merasa ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala penglihatannya yang luas akan dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak kepadanya untuk berbuat sesuka hati.

Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah mengambil langkah yang keliru dalam melaksanakan upaya menjaga kelangsungan hidup seluruh bahagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan perdebatan itu pun tak berdaya menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa lelah untuk mendamaikan perseteruan dua saudara satu tubuh itu.

Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan itu, Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang diperlukannya. Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan melerai perdebatan kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun matahari terus bersinar sepanjang hari.

Dan, Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia tetap berlenggok mengikuti arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya.

Hingga tibalah saat di mana angin justeru berhembus dengan sangat perlahan. Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya yang tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak disedarinya, dan angin datang menyerang.

Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang lapar tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk yang datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh. Sementara di bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak lagi memiliki cengkaman yang kuat terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa menahan tubuh kedua saudaranya yang terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-berai.

Beginilah akhirnya kisah pohon cantik, sebuah cerita yang menyedihkan. Para pencari kayu bakar yang baik hati bermuram durja, sementara para penebang liar bergelak tawa, "Tak perlu kita robohkan, kawan. Mereka roboh sendiri kerana permusuhan…!! " "O, bahkan tak perlu angin yang kencang rupanya…….kasihan betul….." demikianlah kata penebang pohon yang liar.

Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil sedikit iktibar dari cerita ini? Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita, janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian.. saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..

InsyaAllah.. 'Perumpamaan orang beriman yang berkasih sayang, dan saling rahmat merahmati dan di dalam kemesraan sesama mereka adalah seperti satu tubuh, apabila satu anggota mengadu sakit, maka seluruh tubuh akan turut merasainya.'
- terima kasih kepada sahabat yang telah memberikan cebisan kisah ini.

Jumaat, 22 Januari 2010

Hukum memotong kuku semasa Haid

(Apr 2006-3)Jawapan Untuk Soalan Agama Majalah I 3. Dari apa yang saya dengar, ada yang mengatakan bahwa seorang perempuan yang sedang haid, tidak boleh memotong rambut dan potong kuku. Mengapa demikian? Apakah ada akibat buruknya? Apakah memang ada dalilnya? Terima kasih atas kesudian ustaz menjawab persoalan ini.Jawapan : Disebutkan di dalam syarah al-‘Iqna’ Matan Abi Syuja’ ( 1/60 ), menurut Imam al-Ghazzali di dalam Ihya Ulumiddin, bahawa tidak seharusnya seseorang yang berjunub memotong kuku atau mencukur bulu dan rambutnya kerana semua tadi akan dikembalikan di hari akhirat nanti dalam keadaan junub ( tidak bersih) . Bagaimanapun, setelah diteliti asas kepada pendapat ini, maka tiada didapati sebarang dalil yang menyokongnya kecuali logik aqal semata-mata tadi. Demikian menurut Syeikh Sayyid Sabiq, Syeikh Atiyyah Saqar dan Dr. Rif`at Fawzi, professor Shari`ah di Univ. Kaherah Soalan ini pernah di tujukan kepada Imam Ibn Taymiah di dalam kitabnya “Ghiza’ al-albab, 1/382 ) maka beliau menjawab : “ Tidak aku ketahui hukum makruh membuang rambut dan bulu dan kuku ketika junub, bahkan Nabi SAW bersabda : “ Sesungguhnya seorang mukmin tidak najis (tubuhnya) samada hidup ataupun mati”, malah Nabi memberitahu : “ buangkan darimu bulu-bulu kufur (yang tidak dicukur semasa kafir) dan berkhatanlah (apabila masuk Islam) “ maka arahan Nabi tidak menunjukkan sebarang tangguh cukur selepas mandi. Demikian juga diperintah wanita haid agar menyikat rambutnya semasa mandi junub, yang mana diketahui bahawa dengan menyikat ini boleh menggugurkan rambut (sebelum tamat mandi)..justeru apa yang dikatakan sebenarnya tiada asalnya.” Tiada sebarang halangan untuk memotong kuku secara junub. Pandangan ini juga datang dari tokoh ulama Tabien iaitu Ato’ bin Abi Rabah. ’Ata disebut pernah menyatakan seseorang boleh melakukannya dalam keadaan junub, malah dalam keadaan junub dan tidak berwudu’ (Riwayat al-Bukhari) Sebagai makumat tambahan, kemestian menanam rambut, kuku yang dipotong dan sebagainya juga tiada sebarang dalil (kecuali jika dibimbangi akan diambil dan disihirkan), demikian juga larangan memotong kuku di waktu malam. Wallahu a’lam http://www.zaharuddin.net/content/view/102/99/

Sabtu, 9 Januari 2010

Panuan dan pedoman

Tuesday, February 05, 2008
Dilema Wanita Berkahwin Yang Berkerjaya - Satu Perbincangan Menurut Syariah
Posted by Bawang Goreng at 9:47 AM
Oleh Siti Shamsiah bt. Mohd. Supi

SECARA tradisinya, seseorang wanita yang telah berumah tangga akan bertanggung jawab untuk mengurus dan mentadbir rumah tangganya.

Umum memaklumi bahawa tanggung jawab wanita sebagai seorang isteri atau ibu adalah memastikan keluarganya dapat diuruskan dengan baik.

Rezeki yang diberikan oleh suami dapat diagih-agihkan kepada setiap ahli keluarga dengan adil dan menjadikan setiap ahli keluarga merasa selesa. Memikul peranan sebagai seorang ibu juga termasuklah memelihara anak-anak dengan memberikan didikan yang sempurna.

Kedudukan wanita yang telah berumah tangga dan pelaksanaan tanggung jawab ini selaras dengan maksud sebuah hadis Nabi yang berbunyi; "Setiap orang daripada kamu adalah pemimpin dan setiap orang daripada kamu akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya" dinyatakan juga padanya: Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya."

Kedudukan seseorang wanita yang telah berumah tangga juga terikat dengan ketentuan Islam yang menjadikan lelaki sebagai ketua rumah tangga sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud; "Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pengawal yang bertanggungjawab terhadap kaum perempuan, oleh sebab Allah telah melebihkan orang-orang lelaki (dengan beberapa keistimewaan) atas orang-orang perempuan dan juga kerana orang-orang lelaki telah membelanjakan (memberi nafkah) sebahagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang soleh itu ialah yang taat (kepada Allah dan suaminya), dan yang memelihara (kehormatan dirinya dan apa jua yang wajib dipelihara) ketika suami tidak hadir bersama, dengan pemeliharaan Allah dan pertolonganNya" (Al-Nisa': 34)

Apabila kita menggabungkan kedua konsep ini, mengenai kedudukan wanita dan lelaki dalam rumah tangga masing-masing menunjukkan bahawa pengurusan dan pelaksanaan pentadbiran yang dilakukan oleh si isteri mestilah seiring dengan dasar yang telah ditentukan oleh si suami sebagai ketua rumah tangga. Selain itu juga berdasarkan apa yang dapat difahami dalam kedua-dua dalil ini menunjukkan bahawa isteri mesti taat kepada perintah suami dalam bentuk menjaga nama baik keluarga, menjaga amanah dari suami seperti hartanya, memastikan keputusan yang dibuat olehnya hanyalah dalam lingkungan keizinan suami dan keluar rumah dalam keizinan pihak suami termasuklah bagi tujuan untuk keluar bekerja.

Namun demikian, jika kita perhatikan dari aspek kedudukan wanita Islam sebagai pengurus rumah tangga dengan realiti yang ada, apa yang berlaku pada hari ini kelihatan tidak seiringan dengan konsep yang dinyatakan dalam maksud hadis di atas. Semakin ramai wanita yang berkahwin tidak menjadi suri rumah sepenuh masa. Rata-rata di kalangan wanita yang berpendidikan tinggi pula mempunyai kerjaya yang setanding dengan pendidikan yang ada. Pada diri wanita-wanita ini terdapat berbagai-bagai alasan mengapa mereka perlu ke luar dari rumah untuk bekerja dan berkerjaya.

Alasan atau faktor pertama yang menyebabkan wanita ini bekerja ialah pendidikan yang mereka miliki. Apabila ibu bapa mereka telah memberikan pendidikan secara formal sejak mereka kecil, tentulah apabila dewasa mereka mahu menggunakan pengetahuan dan kemahiran yang dimiliki. Bekerja adalah pendekatan yang secara lumrah digunakan bagi membolehkan mereka mengimplementasi pengetahuan dan kemahiran tersebut dan pada masa yang sama mereka memperoleh ganjarannya. Mempunyai pendapatan sendiri merupakan suatu kejayaan yang besar nilainya, dan tentulah mereka ingin berkongsi kejayaan tersebut dengan orang yang sebelum itu memberi dorongan yang tidak berbelah bahagi, iaitu ibu bapa.

Apabila kita menyebut soal ganjaran, antara ganjaran yang dapat dimiliki oleh wanita yang bekerja dan bekerjaya ialah, sesebuah kerjaya berupaya menjadikan seseorang wanita memperbaiki dirinya sebagai seorang individu. Kerjaya dapat memberikan pengalaman kepadanya, kematangan dalam memberi persepsi mengenai kehidupan, keyakinan dan sebagainya. Malah, kerjaya yang dimilikinya dapat menjadikannya sebagai seorang ibu yang boleh mendidik anak-anaknya dengan cara yang lebih berkesan dan praktikal. Keadaan ini sudah pastinya memberikan nilai yang jauh lebih baik sekalipun dia terpaksa mengorbankan sebahagian daripada masanya untuk berada di rumah. Dan kita boleh menganggap bahawa ini adalah faktor kedua yang menyebabkan sebahagian daripada wanita memilih untuk keluar bekerja.

Sebab lain yang mendorong wanita untuk keluar dari rumah untuk bekerja adalah tekanan keperluan kehidupan. Adalah suatu perkara yang lumrah pada hari ini untuk mengatakan bahawa pendapatan yang hanya datang dari pihak suami kurang mencukupi bagi sesebuah keluarga menjalani kehidupan mereka. Apatah lagi dalam keadaan taraf kehidupan pada hari ini yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, wanita secara sukarela mengambil keputusan untuk keluar rumah bekerja bagi mendapatkan pendapatan lebih bagi keluarganya sebagai memastikan keluarganya berada dalam keadaan yang selesa.

Apabila wanita-wanita ini sudah berada di luar rumah, maka mereka terpaksa memendekkan masa dalam mengurus hal-hal rumah tangga. Sesetengah mereka tidak menghadapi masalah kerana ahli-ahli keluarga yang lain, terutamanya pihak suami memahami keadaan mereka. Walaupun demikian, sesetengah mereka yang lain merasa agak tertekan kerana keluarga masih menuntut perhatian secara sepenuhnya apabila wanita ini pulang dari tempat kerja. Masalah ini bukan sahaja dialami oleh mereka yang berpendidikan sederhana tetapi turut dialami oleh mereka dari golongan professional seperti doktor, peguam, arkitek dan sebagainya. Sesetengah kaum bapa tidak menyedari dan tidak cuba memahami tekanan yang dialami oleh isteri mereka kerana menganggap bahawa kerja-kerja di rumah mudah untuk dilaksanakan dan ia adalah suatu fitrah untuk dilaksanakan oleh kaum ibu. Apabila keadaan ini berlaku maka berlakulah suatu dilema dalam diri wanita berkenaan.

Dilema yang dialami merupakan suatu rasa keliru dan bersalah berhubung peranan mereka sebagai seorang isteri (dan juga ibu) dengan tuntutan naluri sendiri untuk bekerja. Rata-rata golongan wanita yang berpendidikan amat memahami tentang konsep kedudukan wanita dari segi syariahnya dan cuba untuk menyempurnakan tanggung jawab tersebut secara sempurna. Akan tetapi, keadaan mereka yang bekerja sudah tentu menghalang pelaksanaan ini dibuat secara sempurna dan tekanan menjadi lebih berat apabila pihak suami mempertikaikan kegagalan mereka melaksanakannya dengan sempurna (disebabkan keizinan yang diberikan oleh suami kepada isterinya adalah keizinan separuh hati). Tuntutan tanpa toleransi dari pihak suami terutamanya seolah-olahnya menjadi syarat yang menderakan bagi mendapatkan keizinan dari suami untuk memiliki kerjaya. Hal ehwal rumah tangga masih sepenuhnya berada di atas bahunya. Sekalipun kewujudan pembantu rumah sewajarnya dapat mengurangkan beban kerja yang ada, tetapi sesetengah suami tetap mahukan urusan-urusan tertentu dilakukan oleh pihak isteri kerana tidak berpuas hati dengan hasil kerja pembantu rumah. Keletihan isteri tidak diambil kira dan menganggap bahawa, oleh sebab suami merupakan ketua rumah tangga dan isteri berkewajipan mentaatinya, maka dia mempunyai hak untuk mempertikaikan kepatuhan dan ketaatan isteri terhadapnya. Bagi wanita yang berhadapan dengan situasi ini, mereka akan menganggap bahawa mereka tidak dilayan dengan adil dan pihak suami sebenarnya telah memanipulasi kuasa kepimpinannya di dalam keluarga.
Sekiranya keadaan ini dibiarkan penulis percaya tekanan yang dialami akan menjadikan keadaan rumah tangga yang kurang sihat selain berlakunya ketidakstabilan dalam rumah tangga. (Hasil penyelidikan yang dibuat oleh majalah-majalah yang berkonsepkan feminisme menunjukkan bahawa perkara ini bukanlah isu yang remeh temeh malah perlu diberi perhatian yang wajar) Keadaan yang kurang menyihatkan ini perlu ditangani agar tidak menyebabkan kerapuhan institusi kekeluargaan dan merantaikan masalah-masalah sosial yang lebih buruk. Di dalam hal ini, sudah pasti kaum wanita yang menghadapinya inginkan penyelesaian yang diredai oleh Allah s.w.t., tidak merasa bersalah untuk memberi penumpuan kepada kerjaya dan masih merupakan seorang isteri atau ibu yang taat dengan perintah Allah.
Dapat kita perhatikan di sini bahawa masalah yang dihadapi oleh wanita malang ini sebenarnya ialah penerimaan hakikat oleh pihak suami dalam kesediaan mereka untuk bertoleransi dengan keadaan tersebut. Ayat ke 34 surah al-Nisa' sebagaimana yang telah dinyatakan sebelum ini mengemukakan tentang kepimpinan seseorang lelaki dan kuasa autokrasinya, yang antara natijahnya memerintahkan ketundukan dan ketaatan pihak wanita atau isteri terhadapnya. Kepimpinan ini adalah disebabkan beberapa kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah kepada golongan ini berbanding wanita. Dan kelebihan ini sebenarnya disertai dengan pelaksanaan tanggung jawab yang besar. Apabila seorang lelaki menjadi ketua rumah tangga, dia bertanggung jawab untuk mencari pendapatan demi memberi perlindungan dan makan pakai kepada ahli kelurganya. Selain itu, dia juga perlu menyediakan kemudahan pendidikan kepada anak-anak, juga sumber bagi setiap ahli keluarganya melakukan aktiviti-aktiviti sosial. Dan yang paling utama ialah memastikan akidah setiap ahli keluarganya tidak terpesong. Tanggung jawab ini selaras dengan firman Allah s.w.t yang bermaksud;
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, iaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajipan ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al-Baqarah: 233)

Di dalam Islam, perbincangan yang berkaitan dengan rumah tangga lazimnya menjadikan kedua-dua dalil yang dinyatakan sebelum ini sebagai asas dan prinsip yang menjadi pegangan dalam berumahtangga. Walau bagaimanapun, pada pendapat penulis konsep "lelaki adalah pemimpin atau ketua bagi wanita" sebenarnya perlu sama-sama diseimbangkan dengan ketentuan-ketentuan yang lain dalam ajaran Islam. Dan dalam konteks ini keseimbangan dan kesaksamaan perlu diwujudkan dalam menyediakan penyelesaian berhubung pengurusan rumah tangga disebabkan isteri sama-sama keluar bekerja. Iaitu suatu penyelesaian yang bersifat fleksibel dan tidak mengetepikan kepentingan dan kebajikan kaum wanita.

Perkara utama yang perlu diambil perhatian ialah penerimaan hakikat mengenai perubahan sosial yang berlaku pada hari ini yang telah menggerakkan wanita untuk turut menyertai sektor pekerjaan. Jika kita perhatikan faktor pertama dan kedua yang membawa wanita berpendidikan bekerja dan seterusnya berkarier sebenarnya faktor-faktor ini adalah rantaian dari saranan Islam dalam aspek mencari ilmu pengetahuan. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud;
"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam lelaki dan perempuan"

Di dalam hal ini, Islam amat mementingkan pembangunan sahsiah bagi setiap insan. Ilmu dapat menjadikan pemikiran manusia membangun dan seterusnya dapat membina peradaban bangsa.

Ilmu juga sebenarnya suatu nikmat yang berupaya membersihkan manusia dari melakukan perkara-perkara yang tidak baik dan dari sebarang kejahatan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah s.w.t. yang bermaksud; "(Nikmat berkiblatkan Kaabah yang Kami berikan kepada kamu itu), samalah seperti (nikmat) Kami mengutuskan kepada kamu seorang Rasul dari kalangan kamu (iaitu Muhammad), yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan membersihkan kamu (dari amalan syirik dan maksiat) dan yang mengajarkan kamu kandungan Kitab (Al-Quran) serta Hikmat kebijaksanaan dan mengajarkan kamu apa yang belum kamu ketahui." (Al-Baqarah: 231)

Wanita yang mempunyai ilmu dan kemahiran merupakan suatu mekanisme yang dapat meneruskan tradisi penyampaian ilmu agar ilmu ini dapat disampaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain dan generasi yang kemudian. Sudah tentu bekerja adalah kaedah yang berkesan dan lebih praktikal untuk mencapai matlamat ini. Malah, sekiranya kita memahami ayat di bawah ini, menunjukkan bahawa kaum wanita yang berpendidikan tinggi merupakan sumber manusia paling berwibawa selain sebahagian kaum muslimin (yang terpilih) bagi memelihara kesinambungan penyampaian ilmu kerana wanita tidak diwajibkan untuk keluar berperang secara fizikal, iaitu yang bermaksud; "Dan tidaklah (betul dan elok) orang-orang yang beriman keluar semuanya (pergi berperang); oleh itu, hendaklah keluar sebahagian sahaja dari tiap-tiap puak di antara mereka, supaya orang-orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu yang dituntut di dalam agama dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang-orang itu kembali kepada mereka; mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah).

Ini menunjukkan bahawa, dengan pengurusan masa yang bijak dan disertai oleh sokongan penuh dari kaum lelaki, wanita bukan sahaja mampu memberi sumbangan kepada keluarganya malah kepada bangsa dan negaranya yang semuanya itu merupakan sumbangan yang amat besar kepada agama. Maka ketentuan-ketentuan ini memerlukan kerjasama dan pengertian daripada kaum lelaki. Ketika membuat keputusan untuk membenarkan atau sebaliknya kepada isteri keluar bekerja perkara-perkara ini perlulah diambil kira. Isteri yang taat dan beriman juga tidak akan membimbangkan perasaan hati si suami apabila dia keluar dari rumah. Dia akan menjaga akhlak dan kehormatan dirinya sebagaimana yang disebutkan di dalam sebahagian ayat ke 34 surah al-Nisa' yang bermaksud;
"Maka perempuan-perempuan yang saleh itu ialah yang taat (kepada Allah dan suaminya), dan yang memelihara (kehormatan dirinya dan apa jua yang wajib dipelihara) ketika suami tidak hadir bersama,"

Seseorang isteri yang beriman, akan menghargai keizinan dan kepercayaan suami yang diberikan kepadanya. Malah, secara sukarela dia akan menawarkan pendapatan yang dimilikinya dengan keluarganya termasuk suami walaupun secara prinsipnya seseorang suami tidak dibenarkan untuk menyentuh harta yang dimiliki oleh si isteri melainkan dengan izinnya. Apatah lagi dalam keadaan seorang isteri yang keluar bekerja bagi membantu meringankan beban yang ditanggung oleh si suami. Di dalam hal ini, seseorang suami sewajarnya insaf dengan pengorbanan dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh isteri dan membalasnya dengan sikap tolak ansur.

Sebagaimana kisah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai Asma' binti Abu Bakar al-Siddiq. Kata Asma'; 'Al-Zubair mengahwiniku dan dia bukanlah seorang yang berharta, tidak memiliki hamba kecuali seekor kuda. Aku pernah memberi makan kudanya, membelanya dan melatihnya. Aku mengisar biji kurma untuk memberi makan untanya. Aku pernah membawa air dan membaiki bekasnya, aku juga pernah membuat roti tetapi tidak mampu untuk membakarnya, maka jiranku yang berbangsa Ansar, merupakan seorang wanita yang baik hati telah membakarkan roti tersebut untukku. Aku pernah membawa hasil kurma dari ladang kurma yang dihadiahi oleh Rasulullah s.a.w. dan ladang tersebut jauhnya adalah sebanyak dua pertiga farsakh. Pada suatu hari sedang aku dalam perjalanan pulang dengan hasil kurma yang aku junjung di kepalaku, aku berselisih dengan rombongan Rasulullah s.a.w. Baginda memanggilku dan meminta unta baginda agar duduk dan membolehkan aku menunggang bersama baginda di belakang. Aku memberitahu kisah ini kepada Al-Zubair, aku memberitahunya yang aku merasa sangat malu kerana aku tahu Al-Zubair adalah seorang yang kuat cemburu. Dia berkata bahawa adalah sesuatu yang teruk bagiku untuk melihat engkau menjunjung hasil kurma tersebut di atas kepalamu berbanding dari aku melihat engkau menunggang di belakang Rasulullah. Kemudian Abu Bakar telah menghantar kepadaku seorang pembantu, yang mengambil alih tugas membela kuda; seolah-olahnya aku telah bebas dari perhambaan."

Ayat surah al-Nisa' yang disebutkan sebelum ini menyatakan bahawa kuasa kepimpinan yang diberikan kepada kaum lelaki antaranya adalah disebabkan suami memberikan nafkah kepada isteri. Rasional di sebalik ketetapan ini, sekiranya pihak isteri turut menyumbang pendapatannya bagi memenuhi keperluan keluarga, maka sewajarnya pihak isteri diberi kelonggaran dalam menjalankan peranannya sebagai pentadbir urusan rumah tangga. Apakah bentuk kelonggaran tersebut sebenarnya terpulang kepada keputusan bersama suami isteri. Di sini tidak dinafikan bahawa kepatuhan seseorang isteri terhadap suaminya adalah tunggak kestabilan sesebuah institusi keluarga tetapi kebaikan pihak suami terhadap isteri merupakan jaminan bagi keharmonian rumah tangga. Ayat 34 dari surah al-Nisa' yang menjadi asas institusi keluarga Islam seharusnya diselaraskan dengan firman Allah s.w.t. dalam ayat 19 surah yang sama yang menyarankan sikap baik yang perlu ditunjukkan oleh seorang pemimpin keluarga, yang ayat tersebut bermaksud;
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka kerana hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang wajar. Kemudian, bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Apa yang boleh disimpulkan di sini ialah, dilema yang dialami oleh golongan wanita yang telah berkeluarga dan pada masa yang sama bekerja perlulah diambil perhatian yang wajar oleh semua ahli keluarga terutamanya pihak suami yang berperanan sebagai ketua rumah tangga. Suami sewajarnya memberi kebebasan bagi isteri untuk memilih sama ada mahu menjadi suri rumah sepenuh masa atau memilih sebagai wanita yang berkerjaya. Ia sebagai mengiktiraf kebolehan dan kemahiran yang dimiliki oleh pihak isteri. Keizinan yang diberi seharusnya keizinan tanpa syarat yang membebankan menurut fitrah seseorang wanita. Walaupun demikian, suami isteri perlu berbincang dan mengambil keputusan secara bersama tindakan-tindakan yang perlu diambil agar tidak wujud ruang yang menyebabkan sebelah atau kedua-dua belah pihak saling bertelagah mempertikaikan peranan masing-masing. Suami tidak mempertikaikan peranan isteri sebagai pengurus rumah tangga dan isteri tidak mendakwa yang si suami menyalahgunakan kuasa yang ada.

Sebaliknya pula, sekiranya pihak suami bersedia bertolak ansur dengan memberikan kebebasan kepada isteri, sewajarnya kebebasan ini tidak disalahgunakan. Seorang isteri yang bekerja tetap tertakluk di bawah pimpinan dan keredaan suaminya sekalipun dia menyumbang sebahagian pendapatannya kepada keluarga. Sekiranya wanita ini merangkap seorang ibu, maka dia tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Maka, dengan keizinan yang diberi oleh si suami sebagai individu yang berpendidikan, wanita berkerjaya perlu bijak membahagikan masanya antara keluarga dan kerjaya. Sekiranya kerjaya yang dipilih memaksanya untuk mengorbankan masa yang diperuntukkan kepada keluarga, maka di sinilah terletaknya cabaran bagi wanita bijak yang mengaku dia beriman kepada Allah s.w.t. dan mentaati suaminya.
Hukum Isteri Meleteri Suami ……..

"Bang ni balik je kerja, tak nak langsung tolong saya siapkankerja rumah. Baca suratkhabar, menghadap TV, itu jelah yang awak tahu. Kitakan sama-sama bekerja bang. Saya pun penat macam abang juga.Sekurang- kurangnya buatlah air kopi sendiri, bukannya susah pun. Tukarkan lampin anak ke, ringan sikit kerja saya ni. Nak masak lagi. Abang jugayang nak makan nanti... pot.. pet.. pot.. pet..... " leter Ina kepadasuaminya sejurus kembali dari pejabat masing-masing. Kalaulah Ina tahu, betapa besar hukuman serta dosanya meleteri suami sendiri,sudah tentu dia tidak akan mengulangi perbuatannya itu. Lebih-lebih lagi, sekiranya Intan menghayati ganjaran pahala yang tidakternilai kerana berbakti kepada suaminya. Dia tidak akan merasa susah mahupunpenat dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai isteri dan ibu. Dewasa ini boleh dikatakan fenomena isteri meleteri suami atau dalam kata laintidak menghormati suami. Bagaikan sudah menjadi satu perkara lumrah bagikebanyakkan pasangan, tanpa sedikitpun merasa bersalah melayani mereka sepertiadik lelaki sahaja lagaknya. Apa yang lebih mendukacitakan, apabila ada di kalangan isteri yang menyifatkanmenjaga peribadinya dengan bersikap sopan terhadap suami sebagai ketinggalanzaman. Keadaan ini juga akan menjadi model yang tidak baik kepada anak-anak yangmungkin diwarisi dari satu generasi ke satu generasi lain sehingga akhirnyamenjadi satu budaya yang negatif. Banyak nas al-Quran, terutamanya hadis Nabi yang membincangkan tentang kewajipanisteri mentaati suami, selagi tidak diminta melakukan perbuatan maksiat. Sabda Rasulullah s. a. w. yang bermaksud: "Jika sekiranya aku berhakmenyuruh seseorang supaya sujud kepada seseorang yang lain, nescaya akumenyuruh para isteri sujud kepada suaminya." Hadis tersebut menerangkanbetapa kepatuhan isteri terhadap suami amat diutamakan demi kebaikan sesebuahinstitusi keluarga, sesuai kedudukannya sebagai pemimpin rumah tangga. Demikian juga halnya ketika junjungan besar Nabi Muhammad s. a. w. mikraj kelangit. Baginda telah dipersaksikan dengan neraka dan penghuninya yangkebanyakkannya terdiri daripada kaum wanita. Ali Karramallahu Wajhah berkata: "Aku masuk ke rumah Nabi beserta Fatimah,aku mendapati baginda sedang menangis tersedu-sedan. Aku bertanya, "YaRasulullah, apa yang ! membuat anda menangis?" Baginda menjawab, "YaAli, pada malam aku diangkat ke langit, aku melihat kaum perempuan daripadaumat ku disiksa di neraka dengan bermacam-macam seksaan. Lalu aku menangis keranabegitu berat seksaan mereka yang aku lihat." MENGHERDIK Baginda antara lain melihat perempuan yang digantungkan dengan lidahnya,sedangkan air panas dituangkan ke dalam tenggoroknya kerana ia telah menyakitidan menyumpah-nyumpah suaminya. Ada isteri yangtergamak bercakap kasar malah mengherdik suaminya kerana tidak mendapat apayang diminta seperti barang kemas, perabot rumah berupa set sofa dan TV rata 29inci yang menjadi trend semasa. Lebih buruk lagi perangai si isteri apabila membanding-bandingk an suami denganjiran tetangga yang mampu menyediakan barangan terbabit, sekali gus dilabelkansebagai suami mithali. Bukan tidak boleh sama sekali meminta sesuatu daripadasuami tetapi janganlah menggesa mereka menuruti kemahuan anda sehinggamembebankan dirinya. Sebaliknya, isteri patut bersyukur kerana berpeluang meraih keredhaan Allah. Nabi Muhammad s. a. w. bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandangkepada seorang isteri yang tidak bersyukur kepada suaminya." Hal ini biasa terjadi kepada suami yang miskin, manakala isterinya pulatergolong dalam orang-orang berada, yang suka mengungkit-ungkit mengenaihartanya, apatah lagi yang telah dinafkahkan kepada suaminya. Islam juga mengajar isteri agar melakukan kerja-kerja rumah seperti memasak,membasuh, mengasuh anak-anak, melayani kehendak suami dan sebagainya denganpenuh rela dan tabah hati. Mungkin ia agak sukar untuk dipenuhi apatah lagi bagi isteri yang bekerja,namun percayalah, ia bukan sahaja akan menjadi perkara biasa tetapi juga ringandan lancar, jika kita menganggapnya sebagai ibadah dan juga satu jihad. Marilah kita sama-sama merenungi kisah anakanda kesayangan Nabi Muhammad s. a.w. iaitu Fatimah Az-Zahra yang melaksanakan rutin hariannya sebagai seorangsuri rumah tangga secara sendirian tanpa pembantu. Fatimah pada suatu haritelah meminta suaminya, Ali pergi menemui Rasulullah s. a. w. dan meminta jasabaik baginda untuk menyerahkan seorang wanita tawanan perang sebagai pembanturumah. Rasulullah bagaimanapun tidak dapat memperkenankan permintaan puterinya keranasemua harta rampasan perang termasuk wanita-wanita itu bukan menjadi milikbaginda, tetapi milik negara Islam dan kaum Muslimin seluruhnya. Baginda tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan menjadi miliknya. Permintaan Fatimah itu membimbangkan baginda, bukan kerana tugas berat yangsedang dipikul oleh puterinya itu tetapi disebabkan oleh bayangan keluh kesahseorang isteri yang tertekan akibat tugas-tugas yang perlu dibereskannya. Pada sebelah malamnya, baginda telah mengunjungi rumah Fatimah dan menyatakankepadanya : "Apakah kamu berdua (Fatimah dan Ali) suka kepada satupemberian yang akan ku berikan ini, sedangkan ia lebih baik daripada apa yangkamu minta siang hari tadi?" Fatimah amat sukacita mendengarkan tawaran tersebut sekalipun dia tidakmengetahui apa bentuknya. Rasulullah menyatakan kepada Fatimah bahawa hendaklahdia membaca Subhanallah, Alhamdulillah dan Allahu Akbar, masing-masing sebanyak33 kali setiap kali sebelum tidurnya. Semenjak itu, wirid yang diajarkan oleh Rasulullah telah menjadi amalan anakdan menantunya. Hasilnya, Fatimah mendapati dia tidak lagi menjadi keluh kesahdalam menghadapi apa jua kerja-kerja sehariannya yang berat, malah merasa cukupbahagia melakukannya. Baginya, segala tugasan yang disempurnakannya sebagai seorang suri rumahmerupakan satu amalan yang solehah. Dengan taufik Allah, sesungguhnya walauseberat mana sekalipun tugasan yang menanti di rumah, tidak akan memenatkanselagi i! steri tidak meletakkan dirinya seolah-olah sama taraf dengan suami,walau setinggi mana sekalipun darjatnya. Kepada para suami, kita sama-sama maklum, dalam zaman moden yang serba mencabarini terutamanya di bandar-bandar besar, kita tidak dapat mengelak kos sarahidup yang tinggi sekaligus memerlukan kedua-dua suami isteri keluar bekerja. Si isteri telah melakukan pengorbanan mencari rezeki tambahan untuk menyarakeluarga yang sepatutnya menjadi tanggungjawab suami. Jadi sudi apalah kiranyasang suami bersama-sama meringankan tugas si isteri seadanya. Bukankah Rasulullahs. a. w. telah berpesan supaya para suami berbuat baik kepada isteri mereka.Jikalau isteri taat kepada kalian, janganlah pula menyusahkan mereka. Nabi Muhammad s. a. w. bersabda yang ertinya: "Orang-orang yang terbaikdaripada kamu sekalian adalah yang lebih baik dalam mempergauli keluarganya dansaya adalah yang terbaik dalam mempergauli keluargaku." ** Bagi kaum wanita & lelaki yg sudah berumah-tangga, marilah kitasama-sama belajar saling tolong-menolong meringankan beban pasangan kita. Semoga kisah tadi membawa menfaat bagi kita semua... insya'Allah.. SIKAP ISTERI tidak menghormati SUAMI adalah GEJALA SOCIAL MUSLIM sekarang. Ia dilakukan kerana berfikir bahawa SUAMI mesti buat seperti ISTERI dalamRUMAHTANGGA. Dengan berbuat begitu, ISTERI berkenaan mengabaikan SUAMI yang berfungsisebagai PEMEGANG AMANAH(nikah- isteri) yang disandang sejak AQAD-NIKAH yangtelah diijab WALI-NIKAH(Atok, Bapak dsb) 'Islam juga mengajar isteri agar melakukan kerja-kerja rumah seperti memasak,membasuh, mengasuh anak-anak, melayani kehendak suami dan sebagainya denganpenuh rela dan tabah hati.' Saya fikir TABIAT-ISTERI suka meleteri suami mistilah dihentikan demi mendidikMENTAL ZURIAT kita ke suatu BUDAYA IBADAT.
Hadith Nabi s.a.w.:Daripada Salman bin 'Amir r.a., Nabi s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Sedekah kepada golongan miskin, ganjarannya hanyalah sekadar pahala sedekah; sedangkan sedekah kepada mereka yang mempunyai hubungan silaturrahim terdapat dua ganjaran, iaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan silaturrahim."Hadith riwayat al-Tirmizi